English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Cari Postingan

Turun dari Kayangan Sinergitas PPK Berbasis Masyarakat dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi

A FEATURE
-Dyan Widya Agustina-

“Anak-anak, siapa yang pernah makan sosis?’ pertanyaannya membuka suasana. Anak-anak dengan berbagai macam ekspresinya menjawab tanpa perlu dua kali diminta. Semua bersemangat meningkahi pertanyaan, semua berebut ingin mendapat perhatian. Beramai-ramai mereka mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan guru tamu hari itu. Berpakaian ala cowboy, kotak-kotak merah biru gelap dengan jeans tanpa topi, penampilan istimewa guru tamu kelas kami hari itu. Seorang anak perempuan datang mendekati sang tamu, dengan pandang mata takjub, sambil menjabat tangan si guru tamu, dia kemudian berkata, “Saya pernah makan sosis Pak, rasanya enak, warnanya merah..” Anak-anak yang lain juga berpacu waktu berebut menjawab. Tamuku pagi itu tersenyum tanpa mampu menyembunyikan ekspresi terpukau dan bungahnya disambut siswa sedemikian rupa. “Wah Bu, ramai sekali ya..” dia tertawa. Mungkin bukan kata ‘ramai’ yang beliau maksudkan tapi ribut. Aku mengangguk kemudian tertawa. Aku berjalan ke depan kelas dan mengangkat tangan kananku, semua anak-anak kemudian mendadak senyap dan mengangkat tangan kanan mereka, menirukan gerakanku. Tanganku kemudian kuayunkan perlahan mengisyaratkan mereka untuk duduk. Kelas hening.

Tamuku pagi itu mendapat sambutan luar biasa dari siswa-siswaku, yang kalau di rata-rata umurnya 8 tahun saja yang paling tua. Beliau yang hari itu menjadi guru tamuku adalah seorang dosen peternakan di sebuah universitas negeri di Samarinda, Universitas Mulawarman. Mengampu mata kuliah Ilmu Produksi Ternak Potong dan Ternak Unggas, tamuku pagi itu berhasil menyampaikan sebuah presentasi power point yang luar biasa bernas. Gambar berwarna, dilengkapi dengan penjelasan runtut dan rinci tentang jenis binatang ternak dan hasil olahannya. Beberapa kali beliau terlihat menahan diri dari menggunakan bahasa-bahasa ilmiah dan mengatur alur kecepatan penjelasannya untuk disederhanakan dan menyesuaikan dengan nalar siswa sekolah dasar kelas dua. 
Berbagai macam pertanyaan dari siswa muncul tak terduga. Ada seorang siswa yang mengangkat tangannya, yang tamuku kira untuk bertanya, ternyata anak yang mengangkat tangan tersebut justru mulai berceloteh dan bercerita tentang pengalamannya melihat sapi di rumah neneknya di tanah Jawa dan ayam peliharaan tetangganya. Aku menikmati suasana penuh ekspresi itu. Tidak ada rasa ragu, takut apalagi malu. Sebagian besar siswa di kelasku sibuk mengacungkan jarinya ingin diberi kesempatan. Sejak kusampaikan bahwa akan ada guru tamu yang hadir, kusampaikan pada mereka tentang bagaimana akhlak bertanya dan sebaiknya tidak memotong kalimat orang lain. 

Kuperhatikan anak-anak sangat menikmati mendapat penjelasan langsung dari ahlinya tentang hewan ternak hari itu. Aturan-aturan tentang menjaga ketertiban kelas yang sudah kusampaikan di awal hari dilaksanakan dengan baik oleh semua siswa-siswaku. Penjelasan tentang manfaat merawat hewan dan hasil olahan makanan adalah bagian yang tampaknya paling mendapat perhatian. Seorang siswa mengangkat tangannya untuk bertanya, “Mengapa kelinci hias tidak bisa dimakan Pak?”  Kelas menjadi riuh, celetukan khas anak-anak muncul disana-sini. Guru tamuku tertawa, “Kelinci hias itu Nak, bulunya saja yang tebal, dagingnya sedikit. Mungkin rasanya tidak terlalu enak.” Aku sudah bisa menduga jika muridku yang satu itu kemudian menyambung pertanyaannya, “Jadi kita seperti memelihara kucing ya Pak ya, untuk sayang-sayangan saja?” Guru tamuku tertawa lebar mendengar penuturan lugu tersebut. “Iya Nak, memelihara binatang juga baik sekali untuk melatih rasa tanggung jawab.” Salah satu murid mendekat dan mulai menyebutkan bagaimana cara merawat hewan, “Pak, saya tahu, kalau punya hewan pet, kita harus kasih makan, dimandikan dan diajak main ya Pak.” Guru tamuku kembali tersenyum lebar, sesekali terdiam sejenak, menanggapi semua respon siswa yang berbagai macam cara dan isinya. Pada akhir kegiatan berlangsung 30 menit itu, kelas menjadi semakin meriah ketika guru tamuku kemudian menyampaikan berbagai macam kuis berkaitan dengan materi dan berhadiah produk susu.

Adanya guru tamu yang berasal dari dosen perguruan tinggi dan pekerja profesional adalah salah satu dari sekian banyak cara mengikat ilmu dan pengalaman baru kepada siswa langsung dari tangan pertama. Kecenderungan siswa untuk belajar lebih baik pada hal-hal yang menimbulkan rasa keingintahuan mereka adalah salah satu dasar untuk membawa dunia nyata ke dalam kelas mereka, untuk mereka pelajari secara langsung. Pada usia sekolah dasar, segala hal yang disampaikan dengan cara memikat konsentrasi dan menjadi bagian pembelajaran sehari-hari selalunya akan bertahan sepanjang hayat mereka. Kesuksesan siswa secara sosial dan intelektual didapat dari stimulus yang diberikan pada usia sekolah dasar, yang ikut menentukan bagaimana mereka mengenal dan menyelesaikan masalah mereka di masa depan (Burrell dan Bubb, 2000). 

Orangtua siswa adalah salah satu sumber daya yang dapat diandalkan untuk mendapatkan guru tamu. Melibatkan orangtua siswa yang kompeten di bidangnya untuk menyampaikan materi tertentu kepada siswa adalah salah satu cara untuk mengikat hubungan siswa dan orangtua dengan baik. Penelitian secara konsisten telah mencatat dampak positif akan keterlibatan orangtua di dalam pendidikan anak-anaknya. Keterlibatan orangtua ini sebagai bentuk kepedulian dan rasa tanggung jawab terhadap perkembangan anak mereka. Pengaruh positif terbesar dari keterlibatan orang tua di dalam pendidikan anak mereka, adalah ketika melakukan pendampingan anak-anak mereka di rumah. (Henderson, 2002) Sementara itu, keterlibatan orangtua di sekolah sebagai guru tamu bukan sekedar meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab mereka sebagai orangtua, tapi juga memperkuat sistem sekolah (Lopez di Bogensneichder 2004) 

Mendata latar belakang dan pekerjaan orangtua siswa adalah langkah awal yang bisa dilakukan untuk menyesuaikan dengan agenda, persiapan dan kebutuhan kelas. Setiap kelas dalam setiap satuan pendidikan memiliki kebutuhan siswa yang berbeda, dengan kapasitas dan modalitas orangtua yang berbeda. Aku menyukai pemaparan dalam kelas kecil dengan memaksimalkan penggunaan media dan aturan main tentang reward-punishment yang jelas di dalam kelasku. Hal demikian kusampaikan kepada guru tamuku sebelum datang ke kelas kami, dengan harapan para calon guru tamu akan menyiapkan diri mereka untuk menyampaikan materi yang selaras dengan perkembangan siswa kelas dua sekolah dasar. Pembelajaran dalam kelas kecil akan memastikan setiap siswa mendapat perhatian dan mampu berpartisipasi dengan baik, dibandingkan dengan pemaparan di kelas besar. Siswa kelas rendah, 1, 2 dan 3 memerlukan ruang yang cukup untuk mampu terlibat dalam diskusi dan mengembangkan kemampuannya bertanya (Finn, 2002)

Seperti halnya meningkatkan interaksi positif antara siswa dengan orang dewasa disekitarnya, pembelajaran menggunakan guru tamu yang berasal dari dosen dan kalangan pekerja profesional akan memberi kesempatan para dosen dan pekerja profesional tersebut untuk belajar hal baru yang tidak bisa mereka dapatkan dari buku di kampus dan kantor mereka. Keterlibatan guru tamu dengan siswa ini akan memberi kesempatan interaksi para dosen dan kalangan profesional untuk bisa melihat langsung pada keadaan di lapangan secara nyata, bukan hanya dari sudut teori penelitian dan pengajaran kelas tinggi. Seperti yang kuamati pada pelaksanaan program guru tamu di kelasku beberapa waktu lalu, guru tamuku terlihat sekali berhati-hati pada saat memilih ungkapan dan menyederhanakan pilihan diksinya.  Kemampuan untuk menyesuaikan gaya bahasa, bahasa tubuh dan pola manajemen kelas di kelas rendah adalah sebuah tantangan besar yang memerlukan keberanian dan menuntut kemampuan khusus. Setelah terbiasa dengan mengajar konteks dewasa, para dosen, terutama, harus ‘menurunkan’ gaya dan menyesuaikannya dengan ritme siswa sekolah dasar dalam bertindak dan merespon.
Diibaratkan bidadari yang bertempat di kayangan dan siswa yang bertempat di bumi, pembelajaran dengan menggunakan guru tamu yang berasal dari dosen dan pekerja profesional memungkinkan para guru tamu untuk turun dari posisi mereka yang biasanya tak pernah sampai ke kelas di sekolah dasar, untuk melihat keilmuan dari sudut praktis. Simbiosis mutualisme terjadi dalam proses saling belajar ini, para dosen dan pekerja profesional belajar kepada siswa dan guru sekolah dasar sebagaimana para siswa belajar ilmu dan keterampilan baru dari pada guru tamu. Mendatangkan guru tamu dari kalangan dosen dan profesional akan meningkatkan dinamika pembelajaran di kelas. Interaksi yang menarik antara guru tamu dan siswa memberikan kesempatan bagi guru, siswa dan para guru tamu untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda dari kacamata keilmuan baru, yang mungkin tidak sama dengan sudut pandang buku teks. 

Proses dan sumber belajar yang kekinian juga membantu guru untuk menyampaikan hal-hal yang mungkin tidak terlalu dikuasainya. Selain memberi inspirasi bagi siswa sekolah dasar, kehadiran guru tamu dari kalangan dosen dan pekerja profesional akan menumbuhkan keterikatan komunitas yang baik. Materi pengenalan hewan ternak dan produk olahan daging ternak yang menjadi fokus pembelajaran di kelasku beberapa saat lalu, memanfaatkan momen Idul Adha dimana Muslim diseluruh dunia memotong hewan kurban. Dengan pemaparan yang menarik guru tamu di kelasku menjelaskan dengan rinci dan runtut mengapa yang dijadikan hewan kurban bukan jenis unggas-unggasan. Aku sendiri belajar sangat banyak dari pemaparan guru tamuku saat itu. 

Seiring dengan dikembangkannya Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat, sebagai salah satu dari tiga basis penguatan pendidian karakter selain PPK Berbasis Kelas dan PPK Berbasis Budaya Sekolah; maka segala usaha yang menitikberatkan pelibatan semua pihak untuk kemajuan pendidikan dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip Pendidikan Karakter yaitu mengandung nilai-nilai universal; bersifat holistik untuk melatih olah pikir, olah rasa, olah raga dan olah hati;  terintegrasi dengan seluruh elemen pendidikan; partisipatif; melibatkan kearifan lokal; melatih kecakapan abad 21; adil dan inklusif; selaras dengan perkembangan siswa; dan terukur.
 Semakin gencarnya implementasi Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa, yang menitikberatkan pembangunan karakter di semua pusat belajar seorang anak, yaitu rumah-sekolah-masyarakat yang disebut sebagai tri pusat pendidikan, maka keterlibatan orangtua, komunitas dan masyarakat sekitar sekolah menjadi salah satu pilar dari keberhasilan pendidikan karakter bangsa. Kolaborasi yang baik antara sekolah, rumah dan masyarakat sebagai tri pusat pendidikan akan mendukung pembangunan pendidikan yang lebih baik.

Keterlibatan pihak kampus dan dosen sebagai bagian dari komunitas dan masyarakat untuk mengambil peran sebagai mitra sekolah untuk membangun pendidikan yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah adanya dosen dan guru besar sebagai guru tamu yang secara sukarela menjadi narasumber dan pengajar  di dalam kelas untuk menyampaikan materi sesuai dengan keilmuannya masing-masing. Tri Dharma Perguruan Tinggi yang telah dituangkan dalam UU No. 12 tahun 2012, pasal 1 ayat 9; dipaparkan bahwa kewajiban perguruan tinggi adalah untuk menyelenggarakan pendidikan, melakukan penelitian dan melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Menjadi sukarelawan pada kegiatan yang dilakukan di unit sekolah dasar adalah salah satu dari bentuk kewajiban civitas akademika untuk mengabdi pada masyarakat dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraaan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kegiatan para civitas akademika untuk bersosialisasi dan berkontribusi secara positif terhadap komunitasnya termasuk di dalamnya unit-unit satuan pendidikan dasar di sekitar tempatnya tinggal dan atau bekerja atau dimana anaknya bersekolah, merupakan bentuk pengejewantaha kewajibannya untuk melakasanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian pada masyarakat.  

Keterlibatan dosen sebagai guru tamu di kelasku beberapa saat yang lalu, yang merupakan praktik baik bagi pelaksaaan penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dan masyarakat, juga merupakan salah satu cara untuk mensinergikan komunitas di sekitar sekolah dengan kelas, sebagai basis pelaksanaan penguatan pendidikan karakter. Tanggung jawab pendidikan bukan hanya pada kelas dan sekolah, bukan hanya menjadi tanggung jawab guru dan orang tua, tapi merupakan tanggung jawab komunitas dan masyarakat yang ada di sekitar siswa. 

Turun dari kayangan untuk membagi ilmu dan pengalaman ke siswa sekolah dasar sekaligus belajar banyak hal tentang keilmuan dari sudut praktisi, menemukan hal-hal yang ternyata tak sederhana untuk dilakukan oleh seorang guru sekolah dasar adalah pengalaman menarik sekaligus tantangan untuk dilakukan. Anda, para dosen, berani kan?  


Bahan Bacaan dan Referensi

Burrell, A. and Bubb, S. (2000) ‘Teacher Feedback in the reception Class: Associations with Children’s Positive Adjustment to School’, Education 3-13 28(3), 58 – 69.

Bogenschneider, K., & Johnson, C. (2004, February). Family involvement in education: How important is it? What can legislators do? In K. Bogenschneider & E. Gross (Eds.), A policymaker’s guide to school finance: Approaches to use and questions to ask (Wisconsin Family Impact Seminar Briefing Report No. 20, pp. 19-29). Madison: University of Wisconsin Center for Excellence in Family Studies.

Jeremy Finn, “Class Size Reduction, Grades K-3,” in: School Reform Proposals: The Research Evidence, ed. A. Molnar, 2002 http://www.asu.edu/educ/epsl/EPRU/documents/EPRU%202002-101/Chapter%2002-Finn-Final.pdf . See also Ivor Pritchard, Reducing Class Size: What Do We Know? US Department of Education, 1999, available at: http://www.ed.gov/pubs/ReducingClass/ Alex Molnar, et.al. 1999-2000 Results of the Student Achievement Guarantee In Education (SAGE) Program Evaluation, December 2000, Center for Education Research, Analysis, and Innovation, University of Wisconsin-Milwaukee. http://www.uwm.edu/Dept/CERAI/documents/cerai-00-34.html

Henderson, A. T., & Mapp, K. L. (2002). A new wave of evidence: The impact of school, family, and community connections on student achievement. Austin, TX. National Center for Family & Community Connections with Schools

Tidak ada komentar: