English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Cari Postingan

"Dengarkan aku Mah…Pah…!"

Ditulis Oleh : Endang Estu Handayani, S.Pd (Guru Bimbingan Konseling SD Islam Bunga Bangsa)



Mendengarkan dan di dengarkan, terkadang sering menjadi sesuatu yang tidak berimbang, kebanyakkan manusia hanya senang didengarkan tanpa mau mendengarkan. Itulah juga yang terjadi pada kita, khususnya para orang tua dan guru. Tanpa kita sadari hal kecil yang kita anggap sepele ini dapat menjadi boomerang bagi anak-anak yang ada di sekeliling kita. Tak banyak kita sadari, kita terus saja menginginkan anak mendegarkan semua yang kita bicarakan, entah itu sebuah nasehat, perintah atau hanya ocehan kosong sebagai pelampisan rasa lelah, kesal dan sebagainya.

Ketika anak ingin “memamerkan” prestasinya, kemampuannya atau bahkan hanya menceritakan kejadian-kejadian yang ada di sekolahnya, kita terkadang luput memperhatikannya, menganggap itu hal kecil yang tidak penting atau malah memarahinya dengan alasan mengganggu kita yang sedang sibuk.

Keterbatasan anak dalam mengungkapkan perasaannya inilah yang menjadi momok menakutkan, sebagian anak mungkin akan memaklumi keadaan orang tuanya, tapi sebaggian lagi tumbuh menjadi anak merasa dirinya tidaklah penting dan tidaklah diperhatikan. Hingga anak mencari memenuhan perhatian dengan cara yang salah, mencari perhatian dengan cara yang salah, seperti berteriak-teriak saat berbicara dengan orang tua, menganggu adik hingga nangis, mengolok-ngolok teman dan bahkan memukul teman sendiri. Mereka menganggap hal ini lah yang akan membuat mereka dapat menujukkan apa yang mereka rasakan, kesal, jengkel, sedih dan marah.

Contohnya jika anak berkelahi, kita sebagai orang tua cendrung langsung memarahi anak kita, tidak membiarkan dia mengungkapkan apa yang dia rasakan, tidak memberikan dia waktu untuk menceritakan hal yang sebenarnya terjadi. Langsung menghukumnya adalah salah satu cara yang ampuh bagi kita, padahal dengan seperti itu anak tidak akan merasa “kapok” . Penyelesaian masalah yang tertanam di otaknya hanyalah “jika saya salah, maka saya di hukum dan masaah selesai” , padahal hal yang harus kita tanamkan di otak anak adalah “ jika saya salah, maka saya menyadari bahwa saya salah, dan saya menerima konsekuensi dari apa yang saya lakukan”. 

Berikan anak waktu, untuk berbicara, untuk menjelaskan, untuk mengungkapkan apa yang ada di hatinya. Mungkin hal-hal sepele yang dia ceritakan tidak terlalu penting, tapi hal-hal kecil tersebut mempunyai arti yang sangat besar bagi mereka, mereka akan merasa dihargai, dimengerti dan terutama diperhatikan.

Kebutuhan anak tidaklah semata-mata bisa kita penuhi dengan materi, namun lebih dari itu kebutuhan anak untuk didengarkan lebih penting untuk kita berikan. DUDUKLAH SEBENTAR, DENGARKAN MEREKA, MAKA KITA AKAN LIHAT HASILNYA.