Khansa terkenal dengan julukan “Ibunda Para Syuhada”. Ia dilahirkan
pada zaman jahiliyah dan tumbuh besar di tengah suku bangsa Arab mulia,
yaitu Bani Mudhar. Sehingga banyak sifat mulia yang terdapat dalam
dirinya.
Ia adalah seorang yang fasih, mulia, murah hati, tenang, pemberani,
tegas, tak kenal pura-pura dan suka berterus terang. Selain keutamaan
itu, ia pun pandai bersyair. Ia terkenal dengan syair-syairnya yang
berisi kenangan kepada orang-orang tercinta yang telah tiada. Terutama
kepada kedua orang saudara lelakinya, yaitu Muawiyah dan Sakhr yang
telah meninggal dunia.
“Karena aku terlalu banyak menangisi pejuang-pejuang Mudhar yang terdahulu,” jawab Khansa.
Umar berkata, “Wahai Khansa, mereka semua ahli neraka.”
“Justru itulah yang membuatku lebih kecewa dan sedih lagi. Dahulu aku
menangisi Sakhr atas kehidupannya, sekarang aku menangisinya karena ia
ahli neraka.”
Khansa menikah dengan Rawahah bin Abdul Azis As-Sulami. Dari
pernikahan itu ia mendapatkan empat orang anak laki-laki. Melalui
pembinaan dan pendidikan tangannya yang dingin, keempat anak lelakinya
ini tumbuh menjadi pahlawan-pahlawan Islam yang terkenal. Dan Khansa
sendiri terkenal sebagai ibu para syuhada. Hal itu karenakan dorongannya
terhadap keempat anak lelakinya yang telah gugur sebagai syahid di
medan Perang Qadisiyah.
Sebelum peperangan dimulai, terjadilah perdebatan sengit di rumah
Khansa. Di antara keempat putranya saling berebut kesempatan mengenai
siapakah yang akan ikut berperang melawan tentara Persia, dan siapakah
yang harus tinggal di rumah bersama ibunda mereka. Keempatnya saling
menunjuk yang lain untuk tinggal di rumah. Masing-masing ingin turut
berjuang melawan musuh-musuh Allah. Rupanya perdebatan mereka itu
terdengar oleh Khansa.
Maka Khansa mengumpulkan keempat anaknya dan berkata, “Wahai
anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan. Kalian
telah berhijrah dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan
selain dia, sesungguhnya kalian ini putra-putra dari seorang lelaki dan
seorang perempuan yang sama. Tidak pantas bagiku untuk mengkhianati
ayahmu, atau membuat malu pamanmu, atau mencoreng arang di kening
keluargamu.”
Khansa berhenti sebentar, kemudian melanjutkan, “Jika kalian telah
melihat perang, singsingkanlah lengan baju dan berangkatlah. Majulah
paling depan, niscaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat, negeri
keabadian. Sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah. Inilah kebenaran sejati, maka berperanglah dan
bertempurlah sampai mati. Wahai anakku, carilah maut niscaya kalian
dianugerahi hidup.”
Pemuda-pemuda itu pun keluar menuju medan perang. Mereka berjuang
mati-matian melawan musuh, sehingga banyak yang tewas di tangan mereka.
Akhirnya mereka pun satu per satu gugur sebagai syahid. Ketika Khansa
mendengar kematian dan kesyahidan putra-putranya, sedikit pun ia tak
merasa sedih.
Bahkan ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakanku
dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah segera memanggilku dan
berkenan mempertemukanku dengan mereka dalam naungan rahmat-Nya yang
luas.”
Khansa wafat pada permulaan pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, pada tahun ke-24 Hijriyah.
sumber : http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/07/12/lnnfl3-kisah-sahabat-nabi-khansa-binti-amr-ibunda-para-syuhada