English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Cari Postingan

Rakerpus IPI XIX: Pustakawan Menuju Momen AEC 2015



Pontianak, Kalbar—Era saat ini, pustakawan tidak lagi identik dengan penjaga buku, namun berperan sebagai pengelola pengetahuan atau pengelola informasi profesional. Pustakawan, sebagai profesi yang bersentuhan dengan pengelolaan pengetahuan memiliki peran amat strategis, karena pustakawan merupakan ujung tombak dalam memelihara kelestarian pengetahuan. 

Tahun 2015 mendatang, negara-negara di kawasan ASEAN sepakat untuk membentuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), atau dalam istilah asingnya disebut ASEAN Economic Community (AEC). Itu artinya, masyarakat asing di kawasan ASEAN bebas masuk dan bekerja di sektor manapun sepanjang memenuhi kualifikasi tertentu. Momen AEC juga bisa dimaksudkan sebagai cara ASEAN mengejar ketertinggalan dengan masyarakat Amerika dan Eropa di bidang SDM.
Lalu, bagaimana dengan profesi pustakawan menghadapi iklim AEC nanti?. Menurut Ketua Umum Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Dedi Junaedi, momen AEC justru harus dilihat sebagai peluang emas pustakawan untuk mengembangkan karir profesionalitasnya. Pustakawan Indonesia bisa bekerja di luar negeri, pun sebaliknya. “Jangan dianggap momen AEC sebagai kendala, tapi harus dimaknai sebagai kesempatan yang berharga,” kata Dedi saat memberikan sambutan pada acara Gala Dinner bersama peserta Rakerpus IPI ke XIX dan Seminar ilmiah nasional di Balai Rakyat Kantor Gubernur Kalimantan Barat, (8/10).

Di sinilah kesungguhan para pustakawan diuji. Di satu sisi profesi pustakawan belum bisa dibanggakan, namun di sisi lain tuntutan profesionalitas harus selalu ditingkatkan mengikuti perkembangan Iptek. Pustakawan harus melek teknologi. Tugas pustakawan tidak hanya menjaga buku tapi juga berperan sebagai penjaga kelestarian kelimuan dan pengetahuan. Paradigmanya harus dirubah. Ke duanya, baik perpustakaan maupun pustakawan, dituntut untuk sama-sama memodernisasi diri agar tidak ketinggalan jaman. “Tugas pustakawan yang mulia harus dijadikan kebanggaan,” ujar Kepala Perpustakaan Nasional Sri Sularsih.

Hasil pengukuran UNDP di tahun 2013 menempatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada posisi 108 dari 187 negara dunia. IPM Indonesia berada pada tingkatan sedang. Untuk mengerek posisi Indonesia menjadi lebih baik, perlu perhatian dan kerjasama dari semua pihak, seperti pemerintah, institusi pendidikan dan masyarakat. 
Terkait IPM, Sekretaris Daerah Kalbar M Zeet Hamdy Assovie mengatakan bahwa angka IPM Kalbar di peringkat 28 dari 33 provinsi. Berada di bawah standar nasional 73,29. Dengan kondisi ini, pembangunan SDM menjadi prioritas, perpustakaan menjadi salah satunya. Di berbagai sudut kota Kalbar, banyak didapati titik-titik yang menjadi sarana kongkow masyarakat, utamanya sebagai ajang bisnis dan sosialisasi. Titik-titik tersebut yang akan disasar oleh Pemprov Kalbar untuk mendirikan sudut baca. 

Kepedulian lain yang digerakkan Pemprov Kalbar, yaitu kerjasama dengan Kodam Tanjungpura dengan membangun pojok baca di 18 pos perbatasan.

IPI, selain mengadakan rapat kerja (Raker) diadakan pula seminar ilmiah. Sejumlah narasumber yang dihadirkan, antara lain dari Perpusnas, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kodam XII Tanjung Pura, Lembaga Sertifikasi Pustakawan, dan Ketua Sektor Perkhidmatan Pustaka Negeri Serawak (Malaysia). 
Kegiatan Rakerpus IPI ke XIX dan Seminar Ilmiah diikuti oleh tidak kurang dari 600 peserta yang berasal dari pustakawan, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus, perpustakaan umum, dosen serta mahasiswa.

Menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang, pustakawan Indonesia harus meningkatkan mutu layanannya serta menjalin kerjasama. Tak satupun perpustakaan di dunia yang lengkap dan tak satu pun perpustakaan di dunia mampu memenuhi semua kebutuhan pemustaka, karena itu kerjasama adalah mutlak.