Mungkin sebagian orangtua menganggap tayangan televisi berbahasa Inggris dapat membawa pengaruh negatif bagi tumbuh kembang perilaku seorang anak. Namun, itu tak berlaku bagi orangtua Adinda Persilka Chaerunnisa. Dengan kerap memberikan tontonan acara edukasi berbahasa Inggris semenjak Taman Kanak-Kanak (TK), kini dia fasih berbahasa Inggris.
ADINDA Persilka Chaerunnisa mengaku, setiap ada arti yang tidak jelas dan dimengertinya, dia selalu menanyakan pada sang ayah. Tatkala duduk di kelas dua SD, guru di tempatnya bersekolah, yaitu SD Bunga Bangsa Samarinda, melihat bakat tersebut. Dinda begitu bocah berusia 12 tahun akrab disapa, lalu ditawari untuk mengikuti lomba Spelling Bee kelompok A. Yakni lomba mengeja dalam bahasa Inggris tingkat sekolah dasar dan dia pun menerima. http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/9404/berprestasi-tak-harus-di-rsbi-adinda-persilka-chaerunnisa-5.html
ADINDA Persilka Chaerunnisa mengaku, setiap ada arti yang tidak jelas dan dimengertinya, dia selalu menanyakan pada sang ayah. Tatkala duduk di kelas dua SD, guru di tempatnya bersekolah, yaitu SD Bunga Bangsa Samarinda, melihat bakat tersebut. Dinda begitu bocah berusia 12 tahun akrab disapa, lalu ditawari untuk mengikuti lomba Spelling Bee kelompok A. Yakni lomba mengeja dalam bahasa Inggris tingkat sekolah dasar dan dia pun menerima. http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/9404/berprestasi-tak-harus-di-rsbi-adinda-persilka-chaerunnisa-5.html
Kala masih balita, M Firdaus Nur Islamuddin kerap dibawa ayahnya berkeliling mengisi acara dakwah. Banyak mendengar tutur materi ceramah keagamaan rupanya membuat pikirannya terpola. Kini,dirinya sudah menggapai berbagai prestasi.
FIRDAUS yang kini berusia 10 tahun, tak jauh berbeda dengan anak seusianya. Dia masih senang bermain-main. Tapi, satu kelebihannya yaitu memiliki banyak prestasi di bidang kegamaan sebagai dai cilik. “Sejak kecil sudah sering diajak ayah pergi mengisi acara dakwah. Terkadang dipangku, kadang duduk seperti jamaah lain yang mendengarkan,” ungkap Daus, sapaannya. Masih diingatnya, kali pertama mengikuti perlombaan kala dirinya duduk di bangku TK (taman kanak-kanak). Ketika itu diikutkan orangtuanya. Mengenai bahan dakwah, dia mengaku disampaikan langsung oleh ayahnya. http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/9463/berprestasi-tak-harus-di-rsbi-m-firdaus-nur-islamuddin-6.html
Dari mimik wajah, tak memperlihatkan M Mufti Sofyanoor memiliki potensi besar dalam dirinya. Perilakunya tak berbeda dengan teman sebayanya, masih senang bermain layaknya anak-anak lain. Namun, di usianya masih 11 tahun, rupanya capaian prestasi hingga ke level internasional.
MURID kelas enam SD Bunga Bangsa Samarinda ini mengaku masih senang bermain-main. Tapi, kata dia, walaupun seasyik-asyiknya bermain tetap tidak melupakan kewajibannya sebagai pelajar, yakni menuntut ilmu. “Ada waktu luang, saya gunakan untuk bermain game atau menonton film DVD. Tentu, kalau ada pekerjaan rumah, mengerjakan terlebih dulu,” terang anak kelahiran Banjarmasin, 6 Mei 2001 ini.
Berbagai perlombaan kreativitas diikuti bocah penyuka pelajaran matematika ini. Dari tingkat kota, provinsi, nasional, hingga internasional. Teranyar, ia mengikuti World Creativity Festival (WCF) yang diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan. Walau ketika menguji kemampuannya di sana, tak membuahkan hasil yang maksimal. “Waktu itu banyak tahapan yang harus dilewati, awal seleksi di sekolah kemudian di kota, provinsi hingga penjaringan terakhir di tingkat nasional,” jelas anak dari pasangan Fahrudy Nasar dan Melyani Agustini.
MURID kelas enam SD Bunga Bangsa Samarinda ini mengaku masih senang bermain-main. Tapi, kata dia, walaupun seasyik-asyiknya bermain tetap tidak melupakan kewajibannya sebagai pelajar, yakni menuntut ilmu. “Ada waktu luang, saya gunakan untuk bermain game atau menonton film DVD. Tentu, kalau ada pekerjaan rumah, mengerjakan terlebih dulu,” terang anak kelahiran Banjarmasin, 6 Mei 2001 ini.
Berbagai perlombaan kreativitas diikuti bocah penyuka pelajaran matematika ini. Dari tingkat kota, provinsi, nasional, hingga internasional. Teranyar, ia mengikuti World Creativity Festival (WCF) yang diselenggarakan di Seoul, Korea Selatan. Walau ketika menguji kemampuannya di sana, tak membuahkan hasil yang maksimal. “Waktu itu banyak tahapan yang harus dilewati, awal seleksi di sekolah kemudian di kota, provinsi hingga penjaringan terakhir di tingkat nasional,” jelas anak dari pasangan Fahrudy Nasar dan Melyani Agustini.